Abstract


Indonesia dengan mayoritas penduduk beragama Islam memberikan ruang P2P Lending dengan Syariah, untuk itu Majelis Ulama Indonesia, mengatur P2P Lending di dalam Fatwa No. 117/DSN-MUI/II/2018 tentang Layanan Pembiayaan berbasis Teknologi Informasi berdasarkan Prinsip Syariah. Meskipun demikian, tidak menutup kemungkinan terjadinya permasalahan dalam P2P Lending Syariah ini, salah satunya mengenai sengketa cicilan yang sudah dibayar yang dapat berdampak pada kerugian nasabah. Tujuan penelitian ini untuk menganalisis penyelesaian sengketa atas tagihan cicilan yang sudah dibayar dalam transaksi P2P Lending Syariah berdasarkan Fatwa No. 117/DSN-MUI/II/2018 tentang Layanan Pembiayaan berbasis Teknologi Informasi berdasarkan Prinsip Syariah di Kota Medan. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum empiris dengan menyajikan analisis temuan berdasarkan interview dan observasi. Hasil penelitian menunjukkan, bahwa tindakan yang paling direkomendasikan dalam menyelesaikan sengketa Financial Technology adalah dengan melalui proses Non-Litigasi, karena proses Non-Litigasi memiliki kelebihan proses yang cepat, nyaman dan biaya ringan. Mekanisme alternatif proses Non-Litigasi dalam penyelesaian sengketa yang menjadi rekomendasi adalah melalui (BASYARNAS). Untuk mencegah terjadinya sengketa yang dapat merugikan konsumen dalam transaksi keuangan Syariah, penulis menyarankan adanya DPS (Dewan Pengawas Syariah) khusus direkomendasikan oleh Komisi Syariah Nasional MUI (DSN-MUI).