Abstract
Penelitian ini mengeksplorasi potensi daun matoa (Pometia pinnata) sebagai pewarna alami untuk kain katun primissima, dengan fokus pada pengaruh tiga jenis mordan—tawas, kapur sirih, dan tunjung (ferrous sulfate)—terhadap warna (hue), kerataan warna, dan ketahanan luntur terhadap pencucian. Penelitian ini menggunakan metode eksperimen dengan data primer yang dikumpulkan dari 15 panelis terlatih melalui kuesioner terstruktur. Hasil dianalisis menggunakan uji Friedman K-Related Samples dengan bantuan perangkat lunak SPSS versi 26 untuk mengetahui signifikansi perbedaan antar perlakuan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan tawas menghasilkan warna pasir (sand hue, #E2CA76) dengan sebaran warna yang merata dan ketahanan luntur yang tinggi terhadap pencucian (p = 0,001). Kapur sirih menghasilkan warna cokelat tua (umber hue, #B26400) dengan kerataan warna tertinggi (66,6%) dan perubahan warna yang minimal setelah pencucian (p = 0,001). Penggunaan tunjung menghasilkan warna abu-abu gelap doff (dark gray matte, #545454) dengan kerataan sedang dan ketahanan warna yang stabil (p = 0,005). Sebaliknya, kain tanpa mordan menunjukkan warna cokelat kekuningan (sandstone, #C9AE74) dengan kerataan warna rendah dan perubahan warna yang terlihat setelah pencucian ketiga (p = 0,000). Hasil ini menegaskan bahwa jenis mordan berpengaruh signifikan terhadap kualitas visual dan daya tahan pewarnaan alami menggunakan ekstrak daun matoa, dengan kapur sirih menunjukkan performa paling seimbang di antara ketiga mordan yang diuji.